Surabi Oncom Pedas: Jajanan Pagi Khas Bandung yang Tak Lekang oleh Waktu

 

Surabi Oncom Pedas: Jajanan Pagi Khas Bandung yang Tak Lekang oleh Waktu – Surabi merupakan salah satu jajanan tradisional Jawa Barat yang telah bertahan ratusan tahun dan masih dicintai hingga kini. Meskipun tampak sederhana, surabi menyimpan sejarah panjang sebagai makanan rakyat yang muncul dari kebutuhan akan pangan murah, bergizi, dan mudah dibuat. Lebih dari sekadar jajanan pasar, surabi adalah cerminan budaya Sunda yang mengutamakan kesederhanaan, kehangatan, dan kebersamaan.

Dalam catatan kuliner Sunda, surabi diperkirakan telah ada sejak masa kerajaan Sunda kuno. Surabi awalnya dibuat dari campuran tepung beras dan santan, bahan yang melimpah di wilayah Priangan. Tepung beras memberikan tekstur kenyal, sementara santan memberi aroma gurih dan rasa lembut. Hidangan ini dimasak menggunakan tungku tanah liat dan cetakan kecil berbentuk mangkuk dari tanah liat yang disebut “wajan surabi”. Cara masak tradisional inilah yang membuat aroma surabi begitu khas—perpaduan antara wangi santan, tepung beras, dan sedikit aroma asap dari tungku kayu bakar.

Pada masa awal, surabi disajikan dengan sangat sederhana, biasanya tanpa topping sama sekali atau hanya dengan kuah gula merah yang disebut kinca. Rasa manis-gurihnya disukai berbagai kalangan dan menjadi makanan pengganjal perut di pagi hari. Karena proses pembuatannya mudah, surabi cepat menyebar ke berbagai kota di Jawa Barat seperti Cianjur, Sukabumi, Sumedang, dan tentu saja Bandung.

Ketika Bandung berkembang menjadi pusat budaya dan kuliner, surabi ikut mengalami inovasi. Muncullah variasi surabi modern dengan topping beragam seperti cokelat, keju, meses, hingga durian. Namun di tengah banjirnya varian manis modern, surabi oncom pedas tetap bertahan sebagai primadona. Varian gurih ini seolah menjadi identitas kuat Bandung—menghadirkan cita rasa lokal yang khas dan berbeda dari daerah lain.

Oncom sendiri merupakan fermentasi kacang-kacangan, terutama kacang tanah atau ampas tahu, yang diolah menggunakan kapang Neurospora. Produk fermentasi inilah yang membuat oncom memiliki aroma kuat dan rasa gurih yang khas. Di tangan orang Sunda, oncom menjadi bahan dasar berbagai makanan seperti oncom tumis, oncom leunca, pepes oncom, hingga topping surabi.

Surabi oncom pedas menjadi bentuk adaptasi masyarakat Bandung terhadap bahan pangan lokal yang murah namun kaya rasa. Dengan tambahan cabai rawit, bawang merah, bawang putih, dan daun bawang, tumisan oncom berubah menjadi topping pedas menggugah selera. Ketika ditempatkan di atas surabi hangat yang baru diangkat dari tungku, perpaduannya menciptakan sensasi yang tidak hanya mengenyangkan tetapi juga memberikan kehangatan pagi yang khas.

Surabi oncom pedas kemudian menjadi ikon kuliner Bandung, dihidangkan di berbagai warung kecil, gerobak kaki lima, hingga kafe modern. Tidak sedikit wisatawan yang rela mencari tempat-tempat legendaris seperti Surabi Enhaii atau Surabi Setiabudi demi merasakan kelezatan yang benar-benar autentik. Meski perubahan zaman membawa banyak inovasi makanan baru, surabi oncom pedas tetap menjadi hidangan nostalgic yang melekat di hati masyarakat.

Proses Pembuatan, Cita Rasa, dan Filosofi di Balik Surabi Oncom Pedas

Membuat surabi oncom pedas membutuhkan ketelitian, terutama dalam menjaga konsistensi adonan dan tingkat kematangan. Langkah pertama adalah mencampurkan tepung beras dengan santan hangat dan sedikit garam. Adonan diaduk hingga halus, lalu dibiarkan mengendap agar teksturnya lebih elastis saat dimasak. Beberapa penjual tradisional bahkan mendiamkan adonan selama beberapa jam agar menghasilkan surabi yang lebih renyah di bagian pinggir dan tetap lembut di bagian tengah.

Cetakan tanah liat dipanaskan di atas tungku kayu bakar. Panas dari arang membuat bagian bawah surabi matang perlahan, menciptakan tekstur yang khas dan sulit ditiru oleh kompor gas modern. Setelah cetakan panas, adonan dituangkan hingga setengah penuh. Surabi dimasak tanpa minyak; karena itulah bentuknya menyerupai mangkuk kecil dengan pinggiran tipis dan bagian tengah agak tebal. Proses ini menciptakan sensasi kontras saat digigit: renyah di pinggir, lembut dan gurih di bagian tengah.

Sementara surabi dimasak, oncom pedas disiapkan dengan cara ditumis menggunakan bumbu halus. Cabai merah, cabai rawit, bawang merah, bawang putih, kemangi, dan garam ditumis hingga harum. Oncom yang sudah dihancurkan kemudian dimasukkan dan dicampur hingga bumbu meresap. Beberapa penjual menambahkan sedikit gula merah untuk menyeimbangkan rasa pedas dan gurihnya. Hasilnya adalah topping beraroma kuat yang menggugah selera.

Ketika surabi sudah matang, oncom pedas ditaruh di atasnya dalam keadaan panas. Uap yang keluar dari surabi bercampur dengan aroma tumisan oncom menciptakan sensasi yang menggoda. Tekstur yang lembut, gurih, dan pedas membuatnya cocok dijadikan sarapan atau camilan sore. Meskipun sederhana, kelezatannya membuat surabi oncom pedas bertahan melintasi generasi.

Namun di balik rasa lezatnya, surabi oncom pedas memiliki filosofi tersendiri dalam budaya Sunda. Makanan ini mencerminkan kesederhanaan dan kreativitas masyarakat lokal dalam memanfaatkan bahan yang tersedia di sekitarnya. Oncom, yang dianggap sebagai bahan sederhana, diolah menjadi makanan menggugah selera. Filosofi ini menunjukkan bagaimana masyarakat Sunda mampu menciptakan kelezatan dari hal-hal yang tampak biasa.

Di Bandung, tradisi makan surabi pada pagi hari sering dikaitkan dengan budaya kebersamaan. Banyak warung surabi yang menjadi tempat berkumpul warga untuk mengawali hari. Suasana hangat dari tungku tanah liat, aroma santan, dan bumbu pedas oncom menciptakan pengalaman kuliner yang tidak hanya mengenyangkan tetapi juga mempererat hubungan sosial.

Bagi wisatawan, surabi oncom pedas menjadi ikon yang wajib dicoba karena merepresentasikan kuliner Bandung yang autentik. Dalam perkembangan modern, beberapa penjual mulai menggunakan topping oncom yang dimodifikasi seperti oncom keju, oncom saus pedas manis, hingga oncom rendang. Meski begitu, versi tradisional tetap menjadi favorit karena mempertahankan rasa asli yang membangkitkan memori kuliner masa lalu.

Harga yang terjangkau juga menjadi alasan jajanan ini tetap eksis. Di pasar-pasar tradisional, surabi oncom pedas bisa didapat dengan harga sangat murah, namun kualitas rasa dan kenyang yang diberikannya tidak kalah dengan makanan modern yang lebih mahal.

Kesimpulan

Surabi oncom pedas adalah salah satu warisan kuliner Bandung yang terus bertahan di tengah berkembangnya tren makanan modern. Perpaduan antara adonan tepung beras, santan, dan topping oncom pedas menciptakan cita rasa khas yang sulit ditiru. Keautentikan proses memasaknya—menggunakan cetakan tanah liat dan tungku kayu bakar—menambah nilai budaya yang tidak tergantikan.

Lebih dari sekadar makanan, surabi oncom pedas adalah simbol budaya Sunda yang menggambarkan kesederhanaan, kreativitas, dan kehangatan sosial. Hidangan ini menjadi penghubung antara generasi dulu dan sekarang, membuktikan bahwa makanan tradisional bisa tetap eksis dan dicintai tanpa kehilangan jati dirinya. Bagi siapa pun yang berkunjung ke Bandung, menikmati surabi oncom pedas adalah perjalanan rasa yang wajib dilakukan untuk memahami kekayaan kuliner Jawa Barat yang sesungguhnya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top